Thursday, July 23, 2020

Sukacita dan Kelimpahan di Tengah Adaptasi Kebiasaan Baru


Menjadi sukacita dan kelimpahan di tengah kondisi Adaptasi Kebiasaan Baru bukanlah hal yang mudah. Masa sukar yang dialami setiap orang ini pastinya tidaklah sama. Tetapi Tuhan sedang mengajarkan kita untuk berpegang pada pengharapanNya. Ada satu video di Youtube, yang menguatkan saya dan ingin berbagi dalam renungan ini.  Roma 12 : 12 “Bersukacitalah dalam pengharapan, sabarlah dalam kesesakan, dan bertekunlah dalam doa!”. Hanya satu ayat ini saja dan saya renungkan  ayat ini selama pandemik  ini terjadi.

Bagaimana bisa menjadi bersukacita, kala kita tidak bisa bebas dalam beraktivitas? Tidak sedikit yang kiriman bulanannya tersendat dikarenakan mobilitas keuangan macet. Dan saya belajar ternyata sukacita dalam berkat Tuhan tidak hanya berupa materi saja tapi bisa berupa kesehatan, waktu, dan keberadaan kita. Saudara, setiap hari kita melihat jam, akrab dengan waktu di masa pandemik ini.  Namun pernahkah kita menyadari, jika waktu adalah berkat yang diberikan Tuhan bagi kita? Ada sukacita, ketika kita bisa berkomunikasi dengan keluarga lebih banyak lagi. Memandangi diri di cermin, merenungkan apa saja yang kita lakukan, dan merefleksi diri dalam elegi fajar, kala lutut bertelut dalam saat teduh. Bersukacitalah dalam pengharapan, meskipun banyak harapan kita yang mungkin belum tercapai. Bahkan mungkin, harapan kita yang menguap hilang karena pandemik ini. Dengan bersukacita beban menjadi terasa ringan. Bukankah berjalan dengan hati bahagia, membuat harapan cepat sampai “semakin besar”?


Sabarlah dalam kesesakan. Bersabarlah, karena kesesakan adalah jeda. Mengarungi beratnya persoalan dalam hidup dengan hati yang besungut-sungut, jauh lebih sulit dan  semakin sukar. Dalam kesabaran ada penerimaan, membuat kita mampu memandang jauh ke depan dengan jernih, cerdas, dan ihklas. Kutipan yang paling saya sukai dari video tersebut adalah “Tidak ada tanjakan tanpa turunan.” Anggaplah kita sedang berjuang melihat matahari terbit, di tengah jalan setapak yang terjal. Suatu ketika, saat Anda sampai di puncak dan menyaksikannya maka rasa lelah dan penat, terbayar sudah. Menyaksikan semburat jingga di atas awan, menyusup dalam relung hati, sebuah prestasi atas jerih lelah itu. Janganpermah  menyerah di tengah jalan, lalu berbalik dan hilang. Tuhan melatih kita untuk menjadi anak-anak pemenang,  bukan anak-anak gampangan!

Tetaplah Berdoa. Satu hal yang mungkin adalah tetap berdoa. Sekeren apapun kita berusaha tanpa doa semuanya akan menjadi sia-sia. Lewat doa, kita menyampaikan rasa penat kita pada Tuhan, Penjamin hidup kita. Menurut saya, doa bukan hal formal yang harus menggunakan kata-kata indah. Doa berbicara tentang kebutuhan, penyembahan, ketergantungan kita pada Tuhan, serta bentuk penyerahan segala sesuatu kepada Tuhan seutuhnya. Jika kita berdoa, untuk membuat keadaan berbalik menjadi seturut kehendak kita maka sebaiknya  jangan berdoa, sebab itu tidak akan terjadi. Bukan iman kita yang kurang dari sebiji sesawi, tapi doa dengan motivasi yang salah akan membuat kita kecewa. Serahkan saja masalah kita kepada Tuhan, meskipun memang ketika berdoa, masalah kita tidak langsung selesai. Seringkali jalan keluar tidak langsung muncul seketika itu juga, tapi setidaknya beban dalam pundak kita, terkurangi.  Doa membuat kita terhubung dengan dimensi yang berbeda, itu adalah kepercayaan kita akan janji Tuhan.

 Pandemik ini musibah, benar. Namun bersama Tuhan, pandemik ini menjadi sarana pendewasaan iman kita sebagai  anak-anak Tuhan. Terpujilah nama Tuhan. Sebuah ayat penutup renungan kali ini saya ambil dari:


“Hosea 14 : 10 “Siapa yang bijaksana, biarlah ia memahami semua ini; siapa yang paham, biarlah ia mengetahuinya; sebab jalan-jalan Tuhan adalah lurus, dan orang benar menempuhnya, tetapi pemberontak tergelincir di situ.”

Renungan ini dipersembahkan oleh  Siska Dian

Wednesday, July 15, 2020

Tali Sipat

Bagi sebagian bidang tertentu seperti teknik bangunan, arsitektur, matematika, fisika atau cabang ilmu lain yang berhubungan dengan pembangunan tidak akan asing mendengar kata “tali sipat”. Tali sederhana yang memiliki keistimewaan tersebut menjadi andalan bagi para pekerja tukang bangunan/ kayu yang sedang mengerjakan proyek pembangunan. Tali yang ujungnya terdapat pemberat non-magnetik yang diikat menerapkan prinsip hukum gravitasi bumi akan menentukan garis lurus dari atas ke bawah. Di masa lampau, biasanya tali sipat akan diikatkan batu sebagai pemberat, dan dimasa kini tali tersebut diikatkan dengan benda pemberat seperti bandul, yang disebut Mata Lot atau Plumb Bob.  

Karakteristik sederhana dari tali sipat seringkali diabaikan oleh kebanyakan orang biasa karena penggunaannya yang menggantung pada tembok, atau melintang vertikal maupun horizontal di antara tembok-tembok, bahkan banyak orang tidak mengenal dan menyadari tali tersebut serta kegunaannya. Namun, di mata tukang atau ahli bangunan, tali sipat punya pengaruh besar dalam proyek pembangunan. Tali sipat digunakan sebagai acuan atau patokan tegak lurusnya suatu bangunan yang sedang didirikan, apakah bangunan tersebut tetap mengikuti tali sebagai garis penunjuk tegak dan lurusnya bangunan atau mulai menyimpang dari tali tersebut. Apabila suatu tembok atau bangunan yang didirikan menyimpang dari tali sipat, maka kondisi bangunan tersebut akan terlihat miring dan rawan runtuh hingga berakibat fatal.

Selain mendirikan fondasi, dasar mendirikan bangunan adalah dengan memasang tali sipat terlebih dulu. Sebelum mulai meletakkan batu pertama dalam pembangunan, tukang bangunan bukan memakai insting sebagai standarisasi atau penunjuk, tetapi dia akan membentangkan tali sipat dan membentuk sudut tertentu sebagai penunjuk, sebelum batu satu per satu disusun hingga menjadi bangunan kokoh.   

Alkitab menuliskan di Yesaya 28:17 dan Amos 7:7-8 mengenai makna tali sipat Tuhan. Tali sipat menggambarkan Firman Allah yang digunakan sebagai pedoman jalan keadilan dan kebenaran di tengah-tengah orang Percaya. Allah berpesan melalui Firman-Nya untuk segera kembali dari hidup yang menyimpang menuju pada jalan kebenaran. Hidup yang tidak benar atau dijalani dengan kesia-siaan akan terlihat seperti tembok bengkok/ miring dari sudut pandang Firman Allah sebagai tali sipat. Apabila hidup kita telah menyimpang dari tali sipat Tuhan, mulai hancurkanlah susunan “batu” yang bengkok tersebut, sadari dan akui kesalahan diri dan perbaiki susunan hidup menurut “tali penunjuk” milik Tuhan saja sebelum terlambat menjadi bangunan yang rawan runtuh dan menimbulkan dampak buruk yang besar.

Selama masa pandemik ini mewabah mulai dari akhir tahun 2019 hingga kini, tentu kita telah banyak mempelajari dan memahami sisi baik kehidupan, mulai dari berbagi kasih, memberi dukungan bantuan, melatih kesabaran, dan hal lainnya, hingga akhirnya  pemerintah telah menerapkan New Normal atau Adaptasi Kebiasaan Baru sebagai langkah pencegahan dan pengendalian Covid-19 di masa pandemik ini. Perlu kita menyadari bersama bahwa “Tali Sipat” dapat merujuk pada Protokol Kesehatan dan Pencegahan yang perlu kita terapkan bersama. Terkadang banyak dari kita terlalu apatis, mengganggap pandemik ini sebagai konspirasi dan menyepelekan hal ini, hingga mengabaikan setiap panduan pencegahan Covid-19. Yang perlu dibangun dalam diri yaitu mulailah tumbuhkan sikap peduli, kembali mengikuti “Tali Sipat” yang telah ditetapkan seperti halnya physical distancing, menjaga kebersihan, menggunakan masker dalam beraktivitas dan hal lainnya.

Belajar mengenai tali sipat mengingatkan kita akan standar kehidupan yang lurus dan benar. Jangan sampai mengabaikan kebenaran hingga semuanya menjadi bangunan yang rawan runtuh. Tuhan Yesus memberkati kita. 
 

Renungan ini dipersembahkan oleh AWAL MULIA R. TUMANGGOR

Thursday, July 9, 2020

Pertolongan Tuhan di Tengah Pandemik


Apa yang kita lakukan akhir-akhir ini ketika ada dalam masalah karena pandemik Covid-19 yang begitu  menekan dan melemahkan semua aspek kehidupan ekonomi, sosial, pendidikan terutama kesehatan kita.  Muncul pertanyaan, Apakah Tuhan tetap menolong? Apakah Tuhan mau membantu kita? Bahkan sering sekali Iblis menaruh sesuatu dalam pikiran kita, “ Ya, karena kamu tidak punya siapa-siapa dan apa-apa? Kamu yang salah jangan berharap Tuhan yang akan menolong”. Ada begitu banyak respon orang juga mengenai hal ini, tentang siapa Yesus kita dan bagaimana posisi Yesus  di tengah polemik kehidupan saat ini? Nah, mari kita mengerti dan mendengar apa yang Alkitab katakan dan bicarakan sendiri tentang kebenaran itu dan kebenaran inilah yang sungguh memerdekakan kita dalam menghadapi kehidupan yang tidak stabil dan jahat ini. Lihat Firman Tuhan dalam  Yohanes 21:1-14. Ada satu prinsip Firman yang ingin dibagikan yaitu, Bagaimana Tuhan berpekara dalam masalah kita!

Prinsip itu adalah Tuhan Yesus selalu menyiapkan Sarapan. 

Lihat ayat 1-3. Sejak Yesus tidak ada bersama-sama dengan mereka (murid- murid Tuhan Yesus) karena Yesus ditangkap dan disalib, apalagi ketika mereka pergi ke kubur Yesus melihat tidak ada Yesus di sana maka sejak saat itu mereka tidak tahu lagi apa yang harus mereka lakukan. Boleh dikatakan mereka seperti anak ayam yang kehilangan induknya. Itu sebabnya mereka kembali ke pekerjaaan semula mereka masing-masing. Salah satu contoh adalah Petrus kemudian yang lain juga, mereka kembali menangkap ikan semalam-malaman tapi mereka tidak mendapat apa-apa. Yang perlu kita tahu, Petrus seorang nelayan di Danau Galilea. Dia dilahirkan, dibesarkan, dan  hidup sehari-hari di danau itu.  Artinya Petrus  adalah seorang nelayan sejati yang piawai. Petrus tahu betul seluk-beluk danau itu, kapan ada ikan atau kapan tidak ada ikan. Tapi saat Petrus dan para murid menangkap ikan semalaman penuh ternyata mereka tidak mendapat  seekor ikan pun. Artinya apa? Artinya mereka mengalami kegagalan dan itu yang kita hadapi akhir-akhir ini. Semua gagal serasa tidak ada TUHAN, makanan terbatas, sekolah/kuliah tidak seperti biasanya, pekerjaan hilang, bisnis bangkrut, kesehatan fisik maupun psikis merosot dan lain-lain akibat pandemik ini. Di manakah TUHAN?

Lihat Ayat 4-6. Banyak orang berpikir, bahwa Tuhan Yesus hanya tertarik dengan hal-hal rohani, dan prioritas Yesus hanyalah tentang perkara rohani sehingga polemik ini bukan bagianNya. Kalau kita memperhatikan ayat ini, Apa yang pertama kali  Yesus katakan ketika Yesus menampakkan diriNya kepada murid-murid yang sedang mengalami kegagalan? Apakah Yesus berkata “Hai anak-anak sudah baca Alkitab belum?, atau berkata “Hai anak-anak sudah ibadah, sudah berdoa belum?” Apakah Yesus berkata demikian? Jawaban Yesus tentu bukan tentang itu saja, Tuhan Yesus tidak mempertanyakan iman mereka terlebih  dahulu atau spiritual rohani mereka. Tapi Alkitab mencatat Yesus berkata, “Hai anak-anak,  adakah kamu mempunyai lauk-pauk? Atau dengan kata lain Yesus berkata dengan bahasa sederhana, “Ada makanan ngak? atau Hai anak-anak, apakah kamu mendapatkan hasil belum hari ini?” Mungkin sering sekali kita juga berpikir demikian mengenai pemeliharaan Tuhan. Bukan berarti karena kita tidak berdoa, ibadah atau membaca Alkitab maka masalah ini muncul, tapi kita belajar mengerti bahwa dari semua masalah, pertolongan Tuhan, pemeliharanNya yang sempurna itu datang untuk setiap orang yang dikasihiNya tanpa Dia melihat kerohanian kita seperti apa. Kemudian murid-muridNya menjawab, “Tidak ada”. Waktu mereka menjawab itu, Apa jawaban Yesus?  Yesus TIDAK berkata “Kalau begitu kalian pulang bikin doa semalaman, berpuasa 3 hari 3 malam dan kamu mendapatkan ikan yang banyak”. Tentu bukan tapi Yesus berkata MELEBIHI dari pikiran mereka, katanya “Tebarkanlah jalamu di sebelah kanan perahu, maka akan kamu peroleh”. Mereka menuruti perkataan Yesus kemudian menebarkan jalanya dan ternyata mereka (murid-murid Yesus) tidak dapat menarik jalanya karena banyaknya ikan diperolehnya. Lihat itu Tuhan kita, Tuhan yang menyediakan.  Tunggu bukan itu saja! 

He said, "Throw your net on the right side of the boat and you will find some"
(John 21 : 6)
Lihat Ayat 9-14. Kemudian apa yang pertama kali Yesus lakukan kepada  mereka? “Marilah dan Sarapanlah” (ayat12).  Yesus siapkan sarapan. Inilah Tuhan kita, tidak seperti apa yang dikatakan kebanyakan orang. Mereka mengatakan lakukan bagianmu maka Tuhan kerjakan bagianNya. Pertanyaannya, bahkan ketika Yesus sudah memberikan ikan. Yesus tidak berkata Aku sudah siapkan ikannya, sekarang kamu siapkan apinya, siapkan rotinya dan kamu siapkan sarapannya? Tuhan kita tidak demikian, Alkitab mencatat dengan jelas,  Yesus yang kasih ikannya, Yesus yang buat apinya, Yesus juga yang sediakan rotinya, Dia juga yang buat sarapan buat saya dan kita semua. Sarapan itu setiap hari,  artinya dalam situasi kehidupan sehari-hari, Tuhan selalu dekat dan terlebih peduli urusan kita tentang perut, kesehatan, pekerjaan, dan semua kehidupan kita itu bagianNya.

Jadi tetaplah teguhkan hatimu dalam iman, pengharapan, dan kasih kepada Yesus. Dia tidak hanya dekat dengan kita karena masalah-masalah rohani tapi Yesus juga sangat peduli menolong dan memberkati dalam seluruh area kehidupan kita. Yesus tidak hanya tertarik dengan masalah yang besar tapi masalah terkecil dalam hidup kita Dia sediakan jawaban dan itu semuanya. Pada masa pandemik ini, lihatlah dari sisi kasih karunia Tuhan, selalu ada kasih karunia demi kasih karunia, selalu ada kebaikan Tuhan demi kebaikan Tuhan untuk masalah kita, di mana ada kelemahan dari area kehidupan kita di situ ada kuasa Tuhan yang sempurna. Kita  adalah gambaran orang-orang yang hidupnya di bawah kasih karunia Tuhan, kita adalah orang-orang yang hidupnya bergantung dari apa yang sudah Tuhan Yesus selesaikan di  atas kayu salib. Tuhan kita adalah Tuhan Maha Penolong, Penuntun dan yang memberkati kita selamanya. Amin

Jesus said to them, "Come and have breakfast... " (John 21 : 12)

Renungan ini ditulis oleh  Jewish Van Septriwanto (Juara 3 Lomba Menulis Renungan dari Permata 2020)

Thursday, July 2, 2020

Theodise atau Providentia Dei ?


Siapa yang dahulu lahirnya sungsang? Sungsang adalah kondisi di mana posisi kepala bayi di dalam rahim berada di atas. Sedangkan, kelahiran yang normal posisi kepala bayi di dalam rahim  berada di bawah. Dengan bahasa lain, sungsang  adalah posisi yang tidak biasa dan berbeda. Sungsang sifatnya upside-down. Yang biasanya di bawah bisa berada di atas dan sebaliknya, yang biasanya di atas bisa berada di bawah. Demikian juga dalam bacaan Injil Yohanes 9: 2-3 menjadi realitas sungsang.

Injil Yohanes 9: 2-3 mengisahkan Tuhan Yesus yang dihadapkan dengan pertanyaan mengenai orang yang buta sejak lahir. “Siapa yang berbuat dosa, orang ini sendiri atau orang tuanya, sehingga ia dilahirkan buta? (ayat 2).” Pertanyaan tersebut bernuansa theodise. Theodise berasal dari kata Yunani, yaitu Theo atau Tuhan dan dike atau keadilan. Artinya, keadilan, kebenaran atau pembenaran terhadap Allah oleh manusia. Akan tetapi, Yesus menjawab, “Bukan dia dan bukan juga orang tuanya, tetapi karena pekerjaan-pekerjaan Allah harus dinyatakan di dalam dia (Ayat 3).” Jawaban tersebutlah yang bernuansa Providentia Dei atau penyelenggaraan Ilahi. Dengan demikian, inilah realitas sungsang.
Masyarakat Yahudi pada saat itu memiliki sudut pandang bahwa penyakit (baca: orang buta) dan kemiskinan dikaitkan dengan kutukan dari dosa orang itu sendiri atau dosa orang tua. Orang buta menjadi representasi dari mereka yang lemah, dipandang rendah, dan ditindas. Akan tetapi, Yesus mengubah sudut pandang tersebut bahwa melalui mereka yang lemah, dipandang rendah, dan ditindas maka pekerjaan-pekerjaan Allah dapat dinyatakan. Melalui jawaban Yesus tersebut memberikan pemahaman dan keyakinan bahwa Allah juga turut hadir dan bersolidaritas dalam kehidupan manusia. Allah hadir dan bersolidaritas terhadap mereka yang lemah dan dimarginalkan. Lalu, bagaimana pekerjaan Allah dapat dinyatakan
            Pekerjaan Allah dapat dinyatakan dengan bagaimana manusia memberikan uluran tangannya kepada mereka yang membutuhkan. Orang yang lahir buta tersebut tidak lagi dilihat memiliki kutuk akibat dosa, melainkan ada orang yang harus memberikan uluran tangan kepada orang buta. Mereka yang lemah, dipandang rendah, dan ditindas pun menjadi tanda kehadiran dan solidaritas Allah. Dengan demikian, memberikan uluran tangan kepada mereka, kita pun juga turut melakukan dan menyatakan pekerjaan-pekerjaan Allah.  
          Di tengah pusaran pandemik Covid-19, marilah kita tidak melihat kondisi ini sebagai kutukan dari dosa-dosa manusia. Akan tetapi, sebagai kondisi di mana pekerjaan-pekerjaan Allah dinyatakan. Marilah kita mengulurkan tangan bagi mereka yang membutuhkan pertolongan kita untuk menyatakan penyelenggaraan Ilahi. Di tengah pandemik Covid-19 ini, Quo Vadis (ke mana engkau pergi)? Pergi dan arahkanlah dirimu menjadi bagian dari Providentia Dei.

 
Renungan ini ditulis oleh  Antonius Prasetyo Jati (Juara 2 Lomba Menulis Renungan dari Permata 2020)












Thursday, June 25, 2020

Iman : Ucapan Syukur (Mazmur 136:1)


Ucapan syukur terdengar sepele, mudah dan bahkan sangat mudah untuk diucapkan saat hidup kita berada dalam titik terbaik. Bahkan, ada yang sampai bersorak, berlari-lari kegirangan, melompat-lompat dengan nada lantang menyerukan ucapan syukur bahwasanya Tuhan itu baik. Tidak ada yang salah dengan semua ekspresi ini, dan memang seharusnya demikian. Akan tetapi, masih adakah sorakan ucapan syukur saat kita kehilangan pekerjaan, dilukai, terancam bahaya ,dan dilupakan?  Kalaupun masih ada, masih lantang dan berapi-apikah ucapan syukur kita? Perlukah mengucap syukur dan mengatakan Tuhan baik saat kita ada di titik terendah dalam hidup? Terlebih dalam badai pandemik Covid-19 ini? Lantas mengapa ucapan syukur begitu penting dan apa hubungannya dengan iman?.

Setiap kali mengucap syukur, kita tidak sedang berkata-kata untuk diri kita sendiri ataupun manusia lain. Ungkapan “trima kasih Tuhan”, “Tuhan Yesus baik”, “Tuhan Yesus penyembuh”, hanya “Tuhan satu-satunya penolong”, dan ungkapan syukur lainnya adalah bentuk pengagungan kita untuk Tuhan.  Tidak hanya itu, ketika kita mengucap syukur, terlebih dalam titik terendah, kita sebenarnya sedang menyediakan ruang bagi Tuhan di posisi pertama dan yang terutama mengatasi setiap permasalahan dan upaya-upaya mengandalkan kekuatan manusia kita. Hal ini turut menjelaskan apa yang dimaksud “Ibrani 11:1”  Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan Dasar menunjukan hal pertama, dan ucapan syukur adalah tindakan iman yang menjadikan Tuhan di posisi pertama melampaui segala yang ada ataupun terjadi  Selain itu, ucapan syukur juga menunjukan fokus kita, ke pada apa dan siapa mata kita tertuju. Kebenarannya adalah mata yang tertuju pada Tuhan, yang penuh kesempurnaan, mujizat, dan perbuatan dahsyat, hanya akan melahirkan kekaguman dan ucapan syukur bukan keluhan ataupun umpatan. Jika dikaitkan dengan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat (Ibrani 11:1)” fokus dan mata yang tertuju kepada Tuhan akan membuahkan rasa percaya penuh, bukan setengah-setengah, yang memampukan kita melihat kesembuhan dalam kesakitan, sukacita di tengah badai dukacita, kelimpahan dalam kekurangan, lewat ucapan syukur. Alkitab mencatat, Tuhan tergerak oleh iman bukan kebutuhan. Dengan kata lain, jika ucapan syukur adalah bentuk iman, maka Tuhan juga tertarik dan tergerak oleh ucapan syukur kita.


Sedikit kisah saya : Pemotongan gaji semasa pandemik bukanlah hal yang mudah. Harus kuliah dengan berbagai kebutuhan dan kemungkinan ketidakcukupan, sulit rasanya untuk bersyukur jika bukan Tuhan yang menguatkan saya. Di sepanjang jalan selepas menerima keputusan, saya memutuskan untuk mengingat kebaikan Tuhan yang akhirnya membuat saya bersyukur bahwa saya masih sehat, bahwa saya masih bekerja dan masih digaji, bahwa Tuhan baik, Tuhan yang mencukupkan, dan setiap harinya saya bersyukur untuk apa yang saya lihat, dengar, dan rasakan. Sakit? Iya karena daging saya menghendaki cacian dan umpatan. Tapi Roh Tuhan menguatkan saya untuk tetap bersyukur hingga akhirnya saya dipercayakan pekerjaan tambahan yang penghasilannya lebih dari separuh gaji yang hilang. Tidak hanya itu, saya juga tercatat sebagai penerima bantuan dari daerah saya. Seperti mimpi. Tapi itulah Tuhan, saat saya bersyukur, Ia sanggup kembalikan lebih dari yang hilang.
Bersyukurlah kepada Tuhan, bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya!!

Renungan ini ditulis oleh Inggi Wantalangi Moloku (Juara 1 Lomba Menulis Renungan dari Permata UNY)





Friday, March 6, 2020

Ketekunan Kunci Keberhasilan


Dunia saat ini  menawarkan banyak hal yang serba instant, praktis  dan serba cepat juga. Contohnya, ketika kita ingin makan mie, tinggal masukkan mie instan  ke dalam air mendidih, tiriskan, dan campur dengan bumbu instant yang tersedia, mie pun siap dalam tiga menit.  Enak bukan ? Jika kita ingin minum teh, cukup masukkan teh celup ke dalam cangkir yang berisi air hangat, sangat praktis bukan? Bahkan jika kita ingin memasak nugget ayam,  kita tidak perlu repot dan kotor membuat adonan karena sudah ada bahan  instantnya langsung siap digoreng! Bahkan, ada banyak produk perbankan menawarkan pinjaman uang atau modal dengan persyaratan yang  mudah, cukup satu jam dan dana kredit jutaan Rupiah pun dapat dicairkan. Sampai jalan untuk menjadi artis atau orang terkenal secara instan pun banyak ditawarkan melalui ajang pencari bakat di televisi. Tidak dipungkiri, kemudahan demi kemudahan ditawarkan di segala bidang kehidupan sangat mempermudah kita. Kini, bukan hanya makanan, minuman atau apapun yang serba instant, praktis dan cepat bahkan “iman instant” pun banyak ditawarkan.

 Zaman modern yang serba instan ini tentu saja sangat berhasil  memudarkan arti ketekunan. Orang di zaman sekarang ingin cepat behasil tanpa kerja keras dan ketekunan. Pokoknya segala sesuatu yang serba instan dan cepat saat ini sedang dicari dan dibutuhkan oleh semua orang.   

Begitu pula kita sebagai orang percaya. Kita menginginkan segala sesuatu dari Tuhan secara instant dan tidak mau bersabar (berproses) apalagi bertekun menanti-nantikan Dia.  Akibatnya banyak orang Kristen mudah putus asa dan menyerah di tengah jalan karena masalah yang belum terselesaikan: kegagalan dalam mencari pekerjaan, sakit penyakit yang belum juga sembuh dan rentetan masalah yang tak kunjung ada solusinya.

Di masa-masa tekanan yang berat bagi gereja, Tuhan memberi instruksi kepada setiap orang kudus (percaya) agar tetap bertekun Wahyu  14 : 12 (Yang terpenting di sini ialah ketekunan orang-orang kudus, yang menuruti perintah Allah dan iman kepada Yesus). Ketekunan adalah bentuk terpenting dari displin diri  dan merupakan ukuran sebenarnya dari karakter kita.  Bagaimana kita berpegang teguh terhadap suatu pengharapan dan apa yang kita yakini. Oleh karena itu,  Firman Tuhan selalu mengingatkan agar kita memiliki ketekunan dalam segala hal, karena ketekunan dan kesabaran adalah cara terbaik untuk mendapatkan hasil yang sempurna.  Alkitab menulis dalam Roma 5 : 4 – 5 (Ketekunan menimbulkan tahan uji dan tahan uji menimbulkan pengharapan. Dan pengharapan tidak mengecewakan, karena kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita).

Ketekunan adalah unsur terpenting dalam setiap keberhasilan. Ketekunan adalah keputusan atau ketetapan hati yang kuat (teguh) untuk bersungguh-sungguh, rajin, dan tuntas dalam melakukan apa pun. Orang yang tekun tidak mudah mendua hati. Ia adalah seorang yang berfokus, konsisten dan tidak mudah putus asa terhadap apa yang sedang dikerjakannya. Firman Tuhan menjelaskan bahwa, orang yang bertekun sajalah yang akan menghasilkan buah Lukas 8 : 15 (Yang jatuh di tanah yang baik itu ialah orang, yang setelah mendengar firman itu, menyimpannya dalam hati yang baik dan mengeluarkan buah dalam ketekunan), bahkan dengan porsi ganda, Yakobus 5 : 11 (Sesungguhnya kami menyebut mereka berbahagia yaitu mereka yang telah bertekun; kamu telah mendengar tentang ketekunan Ayub dan kamu telah tahu apa yang pada akhirnya disediakan Tuhan baginya, karena Tuhan maha penyayang dan penuh belas kasihan).

Banyak orang Kristen yang sangat merindukan agar janji-janji Tuhan dalam hidupnya dapat mereka peroleh. Mereka bahkan mengatakan telah “melakukan kehendak Tuhan”. Namun demikian, sekalipun telah melakukan kehendak Tuhan, jika tidak disertai ketekunan, janji-janji-NYA tidak akan diperoleh, Ibrani 10 : 36 (Sebab kamu memerlukan ketekunan, supaya sesudah kamu melakukan kehendak Allah, kamu memperoleh apa yang dijanjikan itu).

Dalam hal apa saja Tuhan ingin kita bertekun?

1.       Kisah  Para Rasul 1 : 14 (Sehati dalam doa)

2.      Kisah Para Rasul 2 : 42 (Belajar Firman Tuhan dan dalam persekutuan)

3.      Kisah Para Rasul 2 : 46 (Berkumpul dalam persekutuan orang percaya)

4.     Kolose 1 : 23 (Iman, tetap teguh dan tidak bergoncang)

5.      1 Tesalonika 1 : 3 (Pengharapan kepada Tuhan Yesus)

6.     1 Timotius 4 : 13 (Bertekun dalam membaca Alkitab);

7.     1 Timptius  4 : 16 (Mengajar; mengawasi diri dan ajaran/kesaksian pribadi)  dan  yang menang/mencapai  garis  finish serta yang melakukan semua kehendak Tuhanlah  yang layak  menerima janjiNYA (bdg Why. 2:7, 11, 17, 26-27; Why. 3:5, 12, 21).

Biarlah Kasih Anugerah yang telah Tuhan Yesus berikan kepada setiap kita yang berdosa kiranya tidak berakhir sia-sia tetapi sebagai anak Allah/ teman sekerja Allah kita mau berkomitmen mengisi hidup kita (bertekun / berproses) di dalam Dia, saling membangun dan menguatkan serta setia sampai  selama-lamanya kepada Allah di dalam Tuhan Yesus. Semoga renungan ini dapat memberkati kita semua.

(Renungan ini diambil dari banyak sumber)


Friday, February 7, 2020

Berkenalan dengan Pengurus Permata 2020

       Permata merupakan komunitas mahasiswa  Kristen Pascasarjana UNY  yang aktif bergerak dalam kegiatan rohani dan misi edukatif. Bukan kebetulan wadah ini ada di tengah kampus tapi karena ada kerinduan dari para pendiri sebelumnya untuk saling membangun satu dengan lainnya di dalam kasih.
Layaknya sebuah perjalanan kehidupan ada waktu untuk memulai/menabur, waktu berproses, dan waktu untuk mengakhiri/menuai. Sama halnya dengan komunitas Permata memiliki perjalanan cerita yang cukup berkesan. Banyak sudah cerita dan momentum tercipta dalam komunitas Permata. Tak terlepas tawa bahagia dan derai air mata silih berganti mewarnai komunitas Permata ini.
Ada banyak mahasiswa yang telah menyaksikan dan mengalami langsung bagaimana kebaikan dan pertolongan Tuhan Yesus secara pribadi nyata  di dalam kehidupan dan khususnya perkuliahan mereka melalui wadah Permata ini. Serta bagaimana Tuhan Yesus memberikan jalan keluar tepat pada waktuNya dalam menyelesaikan studi perkuliahan. Ya, karena sejatinya Permata  adalah kepunyaan Kristus yang di dalamnya ada generasi yang mau terus bertumbuh semakin serupa seperti teladan Tuhan Yesus.
Dan bersyukur di awal tahun 2020 ini sejumlah mahasiswa Kristen Pascasarjana UNY angkatan 2019 menyatakan kesiapaan dirinya untuk diutus menjadi pengurus baru  yang  bekerja dalam lima divisi dan tiga Pengurus inti. Adapun  bentuk tanggung jawab yang akan dilakukan telah disosialisasikan dalam Rapat Kerja Pengurus Permata pada hari Jumat, 31 Januari 2020 di Kampus Pascasarjana UNY dan Firman Tuhan yang mendasari langkah kerja mahasiswa dalam melayani diambil dari Matius 5 : 13 – 16 (Jadilah garam dan terang dunia). Adapun nama-nama mahasiswa yang berkomitmen dalam Kepengurusan Permata 2020 adalah:
Pengurus Inti

Ketua          : Sonya M. Liunokas

Sekretaris   : Berliana Hutagalung

Bendahara  : Anjulin Kamlasi



Divisi Kerohanian

Daniel Fernando Hutapea

Meilan Lengkong



Divisi Doa dan Pemerhati

Junita C. Makawawa

Eva Manurung



Divisi Kewirausahaan

Amelia Dianira Barahama

Rismawati Fatima Sigalingging

Charles Nyoman Wali



Divisi Komunikasi dan Informasi

Kasihani Lestari

Tirza Miseria Cordias



Divisi Pengembangan Keilmuan

Jewish Van C.

Betzy Ayu Omega Rampean

Indah Lestari

Jumat, 07 Februari 2020
Bukan karena hebat dan gagahnya mereka dipilih tapi biarlah melalui komitmen pelayanan yang Tuhan taruh di hati mereka, semakin lagi Kerajaan Allah dipermuliakan. Tak selamanya cerita pelayanan akan selalu berwarna indah dan membahagiakan,  akan selalu banyak tantangan, dosa, dan cobaan yang mungkin saja menghalangi cara Tuhan bekerja di tengah komunitas Permata ini.  Tapi apapun itu warna dari sebuah pelayanan yang terpenting adalah  bagaimana kemauan yang terus membangun hubungan yang lebih dalam lagi  dengan Tuhan (intimacy of God) serta bagaimana kesatuan hati di antara setiap pengurus.
Di balik semua kesibukan, entah itu perkuliahan atau pelayanan atau pekerjaan kiranya Tuhanlah yang menjadi Prioritas Utama dalam kehidupan kita sebagai anak-anak Tuhan yang telah menerima anugerah keselamatan. Tuhan juga yang memampukan para pengurus dalam mengambil bagian pelayanan dengan penuh sukacita. Selamat berkarya menjadi saksi Kristus di tengah dunia ini. Tuhan Yesus memberkati.